"Will you marry me?" Tanya Aji yang sedari tadi duduk di samping kanan Putri.
Putri nampak syok mendengar ucapan Aji. Setelah 5 tahun mereka berpisah dan tanpa banyak kabar, kini Aji datang untuk mengungkapkan isi hatinya pada Putri.
"Will you marry me, Put?" Tanya Aji sekali lagi dan kali ini sambil berlutut di hadapan Putri.
Putri tak dapat berkata-kata, hanya tetesan air mata yang tiba-tiba mengalir membasahi pipinya. Dia tak menyangka bahwa Aji masih menyimpan perasaan yang sama dengannya. Perasaan tanpa dosa sejak 5 tahun yang lalu sebelum Aji pergi untuk mengejar cita-citanya.
"Putri, lihat aku." Ucap Aji sambil mengangkat dagu Putri yang terus menunduk
"Apa kamu serius Ji?" Tanya Putri dengan nada bergetar
"Ya, tentu saja aku serius,Put." Jawab Aji dengan mantap
Putri menghela nafasnya, "Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang kau tanyakan hal itu padaku," Tanya Putri dengan derai air mata yang semakin deras.
Aji tertunduk lesu.
"Aku takut." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Aji
"Takut? Apa yang kamu takutkan? sedangkankan kamu menghilang selama bertahun-tahun, tidakkah ada ketakutan dalam dirimu akan aku yang melupakanmu? Atau kamu takut aku tidak lagi mencintaimu?" Tanya Putri mendesak Aji.
"Ya, aku takut kamu tidak mencintaiku lagi. 5 tahun yang lalu aku tak punya apa-apa. 5 tahun yang lalu aku bukanlah siapa-siapa. Sekarang aku sudah memiliki segalanya untuk kamu. Maukah kamu menjadi pendampingku, Put?"
"Kamu salah, Ji. Sebelum hari ini, aku masih sangat mencintaimu, mencintaimu seperti kamu mencintaiku." Terang Putri.
"Lalu bagaimana dengan hari ini?" Tanya Aji penasaran.
"Aji, tepat seminggu yang lalu datang seorang laki-laki pemberani ke rumah orangtuaku. Dia bukanlah seorang yang kaya raya, dia juga tak bergelimang harta. Dia hanya memiliki cinta dan tanggung jawab yang besar kepadaku." Terang Putri
"Dia melamarmu?" Tanya Aji memotong pembicaraan Putri
"Ya, dia melamarku dan orangtuaku telah menerimanya." Jawab Putri dengan bercucuran air mata.
"Maafkan aku Putri, aku telah salah memintamu datang ke sini." Ucap Aji lesu
"Aku yang minta maaf padamu, Aji. selama ini akulah yang berfikir bahwa aku cinta sendiri kepadamu, aku tak pernah berani meminta kepastianmu. Aku sungguh mencintaimu tapi..." Belum sempat Putri menyelesaikan kata-katanya, Aji lebih dulu mendekap tubuh mungil Putri.
"Andai saja selama 5 tahun ini aku tak benar-benar menghilang darimu, andai saja aku tau kau pasti menungguku." Sesal Aji
"Sudahlah, Ji. Semua telah ditakdirkan Tuhan seperti ini. Mungkin aku bukanlah yang terbaik untukmu. Tolong lepaskan dekapanmu, aku tak mau menyakiti calon suamiku. Maafkan aku." Pinta Putri
"Maaf Put." Ucap Aji sambil melepaskan pelukannya.
"Kedatanganku ke sini bukan semata-mata untuk menemuimu. Aku ke sini untuk memberikan ini." Ucap Putri sambil menyodorkan undangan pernikahannya.
"Oh, terimakasih undangannya, aku harap aku mampu untuk menyaksikan Putriku direbut lelaki lain."
"Sekarang aku bukan Putrimu lagi, Ji. Datanglah, aku sangat mengharapkan kedatanganmu." Ucap Putri
"Jangan terlalu berharap akan kedatanganku, bisa saja aku datang untuk membawamu lari." Gurau Aji.
"Kalau begitu, aku menunggumu untuk membawaku lari." Sahut Putri.
"Bisa saja kamu ini. Sudah, pulanglah sekarang, aku takut calon suamimu mencarimu dan aku tak ingin dia tau kalau kamu menemuiku."
"Ya, maafkan aku. Terimakasih untuk pelukanmu hari ini, aku akan selalu mengingat hangatmu sebelum tergantikan oleh hangat yang lain." Ucap Putri
"Tak perlu meminta maaf terus menerus. Aku sudah memaafkanmu. Pergilah sebelum aku membawamu lari." Gurau Aji
"Terimakasih, sampai jumpa."
Putri meninggalkan Aji yang kini duduk termenung. Mungkin sesal masih membayanginya.
23/3/14
Putri nampak syok mendengar ucapan Aji. Setelah 5 tahun mereka berpisah dan tanpa banyak kabar, kini Aji datang untuk mengungkapkan isi hatinya pada Putri.
"Will you marry me, Put?" Tanya Aji sekali lagi dan kali ini sambil berlutut di hadapan Putri.
Putri tak dapat berkata-kata, hanya tetesan air mata yang tiba-tiba mengalir membasahi pipinya. Dia tak menyangka bahwa Aji masih menyimpan perasaan yang sama dengannya. Perasaan tanpa dosa sejak 5 tahun yang lalu sebelum Aji pergi untuk mengejar cita-citanya.
"Putri, lihat aku." Ucap Aji sambil mengangkat dagu Putri yang terus menunduk
"Apa kamu serius Ji?" Tanya Putri dengan nada bergetar
"Ya, tentu saja aku serius,Put." Jawab Aji dengan mantap
Putri menghela nafasnya, "Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang kau tanyakan hal itu padaku," Tanya Putri dengan derai air mata yang semakin deras.
Aji tertunduk lesu.
"Aku takut." Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Aji
"Takut? Apa yang kamu takutkan? sedangkankan kamu menghilang selama bertahun-tahun, tidakkah ada ketakutan dalam dirimu akan aku yang melupakanmu? Atau kamu takut aku tidak lagi mencintaimu?" Tanya Putri mendesak Aji.
"Ya, aku takut kamu tidak mencintaiku lagi. 5 tahun yang lalu aku tak punya apa-apa. 5 tahun yang lalu aku bukanlah siapa-siapa. Sekarang aku sudah memiliki segalanya untuk kamu. Maukah kamu menjadi pendampingku, Put?"
"Kamu salah, Ji. Sebelum hari ini, aku masih sangat mencintaimu, mencintaimu seperti kamu mencintaiku." Terang Putri.
"Lalu bagaimana dengan hari ini?" Tanya Aji penasaran.
"Aji, tepat seminggu yang lalu datang seorang laki-laki pemberani ke rumah orangtuaku. Dia bukanlah seorang yang kaya raya, dia juga tak bergelimang harta. Dia hanya memiliki cinta dan tanggung jawab yang besar kepadaku." Terang Putri
"Dia melamarmu?" Tanya Aji memotong pembicaraan Putri
"Ya, dia melamarku dan orangtuaku telah menerimanya." Jawab Putri dengan bercucuran air mata.
"Maafkan aku Putri, aku telah salah memintamu datang ke sini." Ucap Aji lesu
"Aku yang minta maaf padamu, Aji. selama ini akulah yang berfikir bahwa aku cinta sendiri kepadamu, aku tak pernah berani meminta kepastianmu. Aku sungguh mencintaimu tapi..." Belum sempat Putri menyelesaikan kata-katanya, Aji lebih dulu mendekap tubuh mungil Putri.
"Andai saja selama 5 tahun ini aku tak benar-benar menghilang darimu, andai saja aku tau kau pasti menungguku." Sesal Aji
"Sudahlah, Ji. Semua telah ditakdirkan Tuhan seperti ini. Mungkin aku bukanlah yang terbaik untukmu. Tolong lepaskan dekapanmu, aku tak mau menyakiti calon suamiku. Maafkan aku." Pinta Putri
"Maaf Put." Ucap Aji sambil melepaskan pelukannya.
"Kedatanganku ke sini bukan semata-mata untuk menemuimu. Aku ke sini untuk memberikan ini." Ucap Putri sambil menyodorkan undangan pernikahannya.
"Oh, terimakasih undangannya, aku harap aku mampu untuk menyaksikan Putriku direbut lelaki lain."
"Sekarang aku bukan Putrimu lagi, Ji. Datanglah, aku sangat mengharapkan kedatanganmu." Ucap Putri
"Jangan terlalu berharap akan kedatanganku, bisa saja aku datang untuk membawamu lari." Gurau Aji.
"Kalau begitu, aku menunggumu untuk membawaku lari." Sahut Putri.
"Bisa saja kamu ini. Sudah, pulanglah sekarang, aku takut calon suamimu mencarimu dan aku tak ingin dia tau kalau kamu menemuiku."
"Ya, maafkan aku. Terimakasih untuk pelukanmu hari ini, aku akan selalu mengingat hangatmu sebelum tergantikan oleh hangat yang lain." Ucap Putri
"Tak perlu meminta maaf terus menerus. Aku sudah memaafkanmu. Pergilah sebelum aku membawamu lari." Gurau Aji
"Terimakasih, sampai jumpa."
Putri meninggalkan Aji yang kini duduk termenung. Mungkin sesal masih membayanginya.
23/3/14