Minggu, 22 Desember 2013

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Sabtu, 21 Desember 2013 aku bareng Iis yang emang lagi berlibur ke Bandung, pergi nonton film yang baru 3 hari tayang di bioskop. Dari posternya udah keliatan bakal keren nih film. Apalagi pemainnya ada Herjunot Ali, Pevita Pears sama Reza Rahardian.

Waktu kita sampe di bioskop, loketnya udah anti banget. Setelah sekitar seperempat jam, akhirnya tiket sudah di tangan barengan sama pengumuman dari mba petugas bioskop kalo pintu theaternya udah dibuka.

Kita masuk pas film udah diputer sedikit, mungkin ada 5 menitan. Nonton Herjunot sambil minum Nu Green Tea itu berasa kaya Herjunotarmy deh jadinya, secara dia kan brand ambasadornya Nu Green Tea.

Durasi film yang panjang menurutku ga berasa lama, karena alur ceritanya yang mengalir. Ceritanya berawal dari Zainuddin (Herjunot) yang lahir di Makasar hijrah ke tanah kelahiran orangtuanya di Batipuh, Padang. Di sana dia tinggal di rumah saudaranya. Di sana juga dia ketemu sama Hayati (Pevita) dan mulai jatuh cinta pada pandangan pertama, sampe suatu malam sepulang Zainuddin mengaji, dia ketemu sama Hayati yang lagi kejebak hujan. Hayati dan temannya mengeluh karena tidak bisa pulang, akhirnya Zainuddin yang membawa payung minjemin payungnya ke Hayati. Dan dari situ keduanya mulai dekat dan saling jatuh cinta.

Zainuddin dan Hayati mulai sering berkirim surat, menurut Zainuddin dengan surat kita lebih bebas mengungkapkan perasaan. Sampai suatu hari Paman Hayati mencium hubungan Hayati dan Zainuddin. Zainuddin diusir dari Batipuh dan pergi ke Padang Panjang. Sebelum kepergian Zainuddin, Hayati menemuinya dan ngasih selendangnya sebagai kenang-kenangan untuk Zainuddin.

Saat Zainuddin di Padang Panjang, dia masih sering berkirim surat dengan Hayati. Suatu hari Hayati memberitahu Zainuddin kalau dia akan menonton pacuan kuda di Padang Panjang dan meninap di rumah temannya, Khadijah. Di rumah Khadijah inilah Hayati berkenalan dengan Aziz (Reza Rahardian) kakak dari Khadijah.

Melihat Hayati yang telah dimake over oleh Khadijah, Aziz langsung jatuh cinta. Tak lama setelah Hayati pulang ke Batipuh, Aziz melamar Hayati bersamaan dengan itu, Zainuddin pun melamar Hayati melalui surat. Keadaan ini membuat para ninik-mamak Hayati berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan siapa yang berhak menikahi Hayati.

Para ninik-mamak memutuskan bahwa Azizlah yang berhak menikahi Hayati karena menurut mereka Aziz merupakan orang yang berbangsa dan tentu saja kaya raya. Pernikahan harta dan kecantikanpun terjadi. Mendengar hal itu, Zainuddin jatuh sakit. Sampai suatu hari, dokter menyarankan agar Hayati mau menemui Zainuddin untuk menghilangkan rasa rindu Zainuddin terhadap Hayati.

Hayati menemui Zainuddin dengan ditemani Aziz suaminya. Zainudin terus berkata bahwa dia akan menikahi Hayati, akan mencukupi semua kebutuhan Hayati, sampai Zainuddin tersadar bahwa Hayati telah dinikahi oleh laki-laki lain. Zainuddin pun bangkit, hatinya yang patah membuat dia pergi merantau ke tanah Jawa.

Di Batavia, Zainuddin bekerja keras sampai akhirnya berhasil menjadi penulis yang karya-karyanya mashyur dan diterima di seluruh Nusantara. Melihat kesuksesan Zainuddin, seorang pengusaha percetakan mempercayai Zainuddin untuk mengurus perusahaan percetakan di Surabaya kepada Zainuddin. Karir Zainuddin pun semakin menjulang, membuatnya bergelimang harta.

Suatu hari, Zainuddin mengadakan opera yang sekaligus menjadi acara pertemuan orang-orang Minang yang ada di Surabaya dan bertemulah Zainuddin dengan Hayati bersama Aziz. Pertemuan itu dimanfaatkan Aziz yang telah bangkrut untuk meminjam uang Zainuddin. Begitu mulianya hati Zainuddin, sampai dia bersedia menolong Aziz yang telah merebut Permatanya.

Setelah diusir dari rumahnya karena tak mampu membayar hutang, Aziz memaksa Hayati untuk tinggal di rumah megah Zainuddin. Di sinilah Aziz mulai sadar dari sifat sombongnya. Aziz meminta ijin kepada Zainuddin untuk menitipkan Hayati sembari dirinya merantau mencari pekerjaan. Tapi setelah sebulan merantau dan belum mendapat pekerjaan, Aziz bunuh diri. Tapi sebelumnya, dia mentalak Hayati melalui surat dan melaui surat pula dia menyerahkan Hayati kepada Zainuddin sebagai balasan atas jasa yang telah diberikan Zainuddin.

Hayati yang masih menyimpan cintanya untuk Zainuddin tentu berharap Zainuddin mau menerimanya kembali. Tapi hati Zainuddin kadung dipenuhi dendam, maka dia meminta Hayati untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan berat hati pula Hayati memenuhi perintah Zainuddin. Dengan diantar Bang Muluk (Randy Nidji), Hayati menuju Kapal Van Der Wijck yang megah. Hayati sempat berbicara dengan Bang Muluk bahwa sebenarnya dia merasakan perasaan yang tidak enak, perasaan seolah-olah dia akan tenggelam bersama kapal yang akan membawanya, tapi Bang Muluk hanya bisa menenangkan Hayati.

Kapal Van Der Wijck mulai oleng, para penumpang berlari-larian di dalam kapal, dan Hayati yang sedang termenung ikut keluar menuju dek kapal. Kapal semakin oleng dan kemudian tenggelam. Hayati ikut tenggelam sambil memegang foto Zainuddin.

Di lain tempat, Zainuddin merasakan cintanya pada Hayati tidak bisa didustakan, dia berusaha mengejar Hayati, namun saat membaca koran, betapa terkejutnya Zainuddin mendapati berita tentang tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, kapal yang membawa permatanya. Seketika itu juga, ditemani Bang Muluk, Zainuddin menemui Hayati yang sudah berada di Rumah Sakit. Di sini akting Herjunot bener-bener keren, dia nangis bener-bener nangis. Saat Zainuddin membisikkan dua kalimat suci di telinga Hayati, akhirnya Hayati menghembuskan nafas terakhirnya. Rumah megah Zainuddin kemudian dijadikan Panti Asuhan yang dia beri nama Hayati.

Yah, secara keseluruhan, film ini keren dan menarik. Durasinya yang panjang, hampir 3 jam ga kerasa ngebosenin karena ceritanya bener-bener ngalir. Menurutku, yang jadi minus ya cuma di adegan kapal tenggelam, di situ ga terlalu jelas kenapa kapal tenggelam atau mungkin akunya yang kurang konsen waktu nonton. Akting Pevita keren banget dengan logat Minangnya. Kalo Herjunot, ga tau emang dari tuntutan sutradara untuk berbicara dengan gaya yang mendayu-dayu atau karena hal lain, agak sedikit aneh tapi ketutup sama ceritanya yang emang keren banget.

Emang beredar gosip kalo film ini bakal mirip sama film Titanic, tapi kalo yang udah nonton pasti bakal bilang kalo film ini beda. Beda karena setting yang banyak diambil di film ini seting tanah Minang. Makanya yang belum nonton, nonton gih, mumpung masih tayang di Bioskop. :)

Kamis, 12 Desember 2013

Wilujeng Sumping : Garut



Holla December…!
Kali ini aku mau berbagi pengalam pertama menginjakkan kaki di tanah Garut. Minggu kemarin dengan persiapan yang udah dari jauh-jauh hari, aku, Azka & his Mom berangkat ke Garut barengan Ibu-Ibu RT Komplek PU Sapta Taruna Cipagalo. FYI, acara ini emang agenda rutin ibu-ibu di RT 01 Komplek sini. Walaupun acara kali ini  acara pertama setelah vakum lima tahun.
Oke, ga panjang-panjang jelasin sejarah acara ini, yang dikasih judul Rekreasi RT 01 RW 08 Komplek PU Sapta Taruna Cipagalo. Jam 06.30 seperti dalam jadwal, warga yang berpartisipasi diminta ambil nomor kursi, di sini bebas milih. Karena aku sama Azka datengnya sedikit telat, jadilah kami kebagian tempat duduk yang kurang nyaman, di bagian belakang. 


Jam 07.00 bus berangkat langsung menuju tujuan pertama, Candi Cangkuang. Perjalanan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Sampai di pintu masuk obwis Candi Cangkuang banyak yang nyariin Candinya ada dimana, dan ternyata kami harus menyebrang sebuah danau kecil untuk sampai di sebuah Pulau tempat Candi Cangkuang dan komplek Rumah adat Kampung Pulo yang jumlahnya Cuma ada tujuh bangunan ga boleh lebih ga kurang.
Tiket masuk Cuma 3000 rupiah saja dan nyebrang pake rakit 4000 pulang pergi. Setelah nyebrang, keliatan Candi yang berdiri kokoh sendirian. Sebelum nyampe di pelataran Candi, kami melewati penjual cinderamata khas kota Garut, salah satunya adalah boneka domba yang jadi ikonnya kota Garut. Selain itu, kami juga harus melewati komplek rumah kampong Pulo.
Berlayar ke Pulau seberang :)
Abis naik getek ini oleh-olehnya dapet jodoh :D

Pintu masuk ke Candi Cangkuang


Rumah ketua Adat Kampung Pulo

Azka
Setelah foto-foto sebentar, kami lanjut ke Candi Cangkuang. Kata bapak pemandu nama Cangkuang sendiri adalah nama desa tersebut, karena Candi itu ditemukan di desa Cangkuang jadilah dinamakan Candi Cangkuang. Setelah foto-foto sebentar, kami menyantap makan siang yang udah dibagiin sebelum masuk candi.

Candi Cangkuang dari kejauhan

Smile :)
salah satu Gunung yang mengelilingi desa Cangkuang
Di jadwal acara, kami di sini sampai selesai sholat dhuhur. Dan setelah adzan dhuhur berkumandang, kami menyebrang pulang untuk melaksanakan sholat di masjid dekat parkiran bus. Garut saat itu terasa panas.

Berlayar pulang
Setelah selesai melaksanakan kewajiban, perjalanan dilanjutkan menuju Cipanas untuk menuju objek selanjutnya, ‘Sabda Alam’. Ada yang “lucu” di sini, hamper seluruh resort yang menyediakan kolam pemandian air panas memakai nama “Alam” di belakang nama resort mereka.
Kami sampai di Sabda Alam sesuai jadwal yang sudah ditentukan, pukul 13.30, di sini acara bebas sampai jam 17.30. Setelah membayar tiket masuk sebesar 40.000, aku dan Azka beserta Mamanya langsung ganti kostum untuk berbasah-basah ria. Di Sabda Alam sendiri sebenarnya resort yang menyediakan waterpark, di waterpark ini ada waterbom, bungee trampoline, terapi ikan, kolam arus, jembatan payung. Dan kayanya ada waterbom yang lagi dalam tahap penyelesaian di sebelah barat, di sana juga ada ember tumpah, goa Harimau dan patung dinosaurus.


Di Sabda Alam
pemandangan di depan Sabda Alam
Air di kolamnya emang anget, Azka langsung betah berendam di kolam, dan pastinya dengan ban renang kesayangannya. Sementara auntynya berburu ban sewaan yang udah ga dipake orang buat naik waterboom. Tapi kali ini ga beruntung, karena setiap liat ban geletak, ternyata ada yang punya. Tapi setelah putus asa, ternyata teh Vina (anak Ibu Ketua Panitia) udah nemu duluan, jadilah aku sama teh Nuy nebeng, hehe…
Wahana pertama yang aku tumpangi ga tau apa namanya tapi mirip speed slide yang ada di Waterbom Jakarta. Tapi yang ada di Sabda Alam ga ada apa-apanya disbanding yang ada di Waterbom Jakarta. Ga bikin nagih juga, karena kurang ‘nantang’.
Wahana kedua aku nyoba bareng teh Vina ga tau juga apa namanya, sebelum meluncur, kami diduruh duduk hadap-hadapan katanya biar imbang, dan setelah siap, si mamang yang jaga muter-muterin ban yang kami naiki sambil meluncur ke bawah. Rasanya cukup membuat berteriak histeris.
Ga puas rasanya kalo ga nyoba semua wahana yang ada, karena penasaran sama terapi ikan akhirnya aku beraniin diri buat nyoba. Rasanya rrr…banget, sebenernya ga sakit tapi geli digigit ikan kecil-kecil itu ampun banget, ga kuat.
Puas mondar mandir sana sini, nemenin Azka berendem sama berenang sebentar sampe akhirnya pecahlah tangisan si Azka yang kayanya pengen udahan. Jadilah aku ikutan ganti baju dilanjut nyari yang anget-anget di kantin.
Selesai menghangatkan diri, aku, Azka dan Mama Azka duduk-duduk cantik dulu di kantin sembari nunggu waktu yang masih lama buat lanjut perjalanan nyari oleh-oleh sambil dengerin Azka ngoceh-ngoceh ganteng.
Sesuai jadwal banget, jam 17.30 bus lanjut perjalanan mengantar para Ibu-Ibu yang mau nyari oleh-oleh, tapi kali ini ada perubahan jalur. Ibu RT pengen nyari yang kulit-kulit, dan akhirnya perjalanan sedikit melenceng menuju Tarogong tempatnya sentra kerajinan kulit. Jalanan cukup padet karena emang ukurannya yang mini kaya jalan di desa.
Sampe di Sukaregang – Tarogong – Cipanas – Garut, Ibu-Ibu dengan hebohnya berburu oleh-oleh yang berbau kulit. Aku bareng sama teh Nuy Cuma nyari makanan aja, dan dapetlah Chocodot, Colat khas Garut yang isinya macem-macem sama Darokdok, kerupuk kulit. Karena waktu berburu Cuma dibatasi setengah jam, akhirnya kami balik ke bus dan pas banget adzan Manghrib berkumandang. Selesai, kami langsung kembali ke tempat duduk masing-masing di dalam bus dan bus melaju menerobos gerimis manis di Cipanas menuju Bandung.
Cerita belum usai, karena di tengah perjalanan ada insiden yang kurang mengenakkan. Ibunya Ibu RT (ga tau siapa namanya, emang udah cukup tua) mendadak masuk angin dan mabuk darat serta ga tahan pup di celana. Perjalanan berhenti selama setengah jam di Pom Bensin Rancaekek setelah Nenek (Ibunya Ibu RT) selesai dengan urusannya dan kembali sehat. Setengah jam kemudian kami sampai di Komplek PU Sapta Taruna Cipagalo dengan selamat tanpa kekurangan suatu apapun, tapi mungkin kehilangan sedikit kesadaran Karena ngantuk dan lelah :).
Terimakasih ibu Ketua Panitia atas acara rekreasinya,
Terimakasih Ibu Seksi Konsumsi nasi kotaknya yang mengenyangkan dan sambelnya yang pas mantab,
Terimakasih bapak RT sumbangan kasnya jadi kami ga bayar uang transport a.k.a bus gratis :)
Terimakasih bapak sopir yang mengantar kami dengan selamat
Tentu yang utama terimakasih Allah SWT yang telah member ijin hingga acaranya berjalan lancar.

Oleh-oleh dari Garut
Ditunggu acara selanjutnya tahun depan dan yang penting ada subsidi lagi, hehe.
Salam jalan-jalan