Sabtu, 21 Desember 2013 aku bareng Iis yang emang lagi berlibur ke Bandung, pergi nonton film yang baru 3 hari tayang di bioskop. Dari posternya udah keliatan bakal keren nih film. Apalagi pemainnya ada Herjunot Ali, Pevita Pears sama Reza Rahardian.
Waktu kita sampe di bioskop, loketnya udah anti banget. Setelah sekitar seperempat jam, akhirnya tiket sudah di tangan barengan sama pengumuman dari mba petugas bioskop kalo pintu theaternya udah dibuka.
Kita masuk pas film udah diputer sedikit, mungkin ada 5 menitan. Nonton Herjunot sambil minum Nu Green Tea itu berasa kaya Herjunotarmy deh jadinya, secara dia kan brand ambasadornya Nu Green Tea.
Durasi film yang panjang menurutku ga berasa lama, karena alur ceritanya yang mengalir. Ceritanya berawal dari Zainuddin (Herjunot) yang lahir di Makasar hijrah ke tanah kelahiran orangtuanya di Batipuh, Padang. Di sana dia tinggal di rumah saudaranya. Di sana juga dia ketemu sama Hayati (Pevita) dan mulai jatuh cinta pada pandangan pertama, sampe suatu malam sepulang Zainuddin mengaji, dia ketemu sama Hayati yang lagi kejebak hujan. Hayati dan temannya mengeluh karena tidak bisa pulang, akhirnya Zainuddin yang membawa payung minjemin payungnya ke Hayati. Dan dari situ keduanya mulai dekat dan saling jatuh cinta.
Zainuddin dan Hayati mulai sering berkirim surat, menurut Zainuddin dengan surat kita lebih bebas mengungkapkan perasaan. Sampai suatu hari Paman Hayati mencium hubungan Hayati dan Zainuddin. Zainuddin diusir dari Batipuh dan pergi ke Padang Panjang. Sebelum kepergian Zainuddin, Hayati menemuinya dan ngasih selendangnya sebagai kenang-kenangan untuk Zainuddin.
Saat Zainuddin di Padang Panjang, dia masih sering berkirim surat dengan Hayati. Suatu hari Hayati memberitahu Zainuddin kalau dia akan menonton pacuan kuda di Padang Panjang dan meninap di rumah temannya, Khadijah. Di rumah Khadijah inilah Hayati berkenalan dengan Aziz (Reza Rahardian) kakak dari Khadijah.
Melihat Hayati yang telah dimake over oleh Khadijah, Aziz langsung jatuh cinta. Tak lama setelah Hayati pulang ke Batipuh, Aziz melamar Hayati bersamaan dengan itu, Zainuddin pun melamar Hayati melalui surat. Keadaan ini membuat para ninik-mamak Hayati berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan siapa yang berhak menikahi Hayati.
Para ninik-mamak memutuskan bahwa Azizlah yang berhak menikahi Hayati karena menurut mereka Aziz merupakan orang yang berbangsa dan tentu saja kaya raya. Pernikahan harta dan kecantikanpun terjadi. Mendengar hal itu, Zainuddin jatuh sakit. Sampai suatu hari, dokter menyarankan agar Hayati mau menemui Zainuddin untuk menghilangkan rasa rindu Zainuddin terhadap Hayati.
Hayati menemui Zainuddin dengan ditemani Aziz suaminya. Zainudin terus berkata bahwa dia akan menikahi Hayati, akan mencukupi semua kebutuhan Hayati, sampai Zainuddin tersadar bahwa Hayati telah dinikahi oleh laki-laki lain. Zainuddin pun bangkit, hatinya yang patah membuat dia pergi merantau ke tanah Jawa.
Di Batavia, Zainuddin bekerja keras sampai akhirnya berhasil menjadi penulis yang karya-karyanya mashyur dan diterima di seluruh Nusantara. Melihat kesuksesan Zainuddin, seorang pengusaha percetakan mempercayai Zainuddin untuk mengurus perusahaan percetakan di Surabaya kepada Zainuddin. Karir Zainuddin pun semakin menjulang, membuatnya bergelimang harta.
Suatu hari, Zainuddin mengadakan opera yang sekaligus menjadi acara pertemuan orang-orang Minang yang ada di Surabaya dan bertemulah Zainuddin dengan Hayati bersama Aziz. Pertemuan itu dimanfaatkan Aziz yang telah bangkrut untuk meminjam uang Zainuddin. Begitu mulianya hati Zainuddin, sampai dia bersedia menolong Aziz yang telah merebut Permatanya.
Setelah diusir dari rumahnya karena tak mampu membayar hutang, Aziz memaksa Hayati untuk tinggal di rumah megah Zainuddin. Di sinilah Aziz mulai sadar dari sifat sombongnya. Aziz meminta ijin kepada Zainuddin untuk menitipkan Hayati sembari dirinya merantau mencari pekerjaan. Tapi setelah sebulan merantau dan belum mendapat pekerjaan, Aziz bunuh diri. Tapi sebelumnya, dia mentalak Hayati melalui surat dan melaui surat pula dia menyerahkan Hayati kepada Zainuddin sebagai balasan atas jasa yang telah diberikan Zainuddin.
Hayati yang masih menyimpan cintanya untuk Zainuddin tentu berharap Zainuddin mau menerimanya kembali. Tapi hati Zainuddin kadung dipenuhi dendam, maka dia meminta Hayati untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan berat hati pula Hayati memenuhi perintah Zainuddin. Dengan diantar Bang Muluk (Randy Nidji), Hayati menuju Kapal Van Der Wijck yang megah. Hayati sempat berbicara dengan Bang Muluk bahwa sebenarnya dia merasakan perasaan yang tidak enak, perasaan seolah-olah dia akan tenggelam bersama kapal yang akan membawanya, tapi Bang Muluk hanya bisa menenangkan Hayati.
Kapal Van Der Wijck mulai oleng, para penumpang berlari-larian di dalam kapal, dan Hayati yang sedang termenung ikut keluar menuju dek kapal. Kapal semakin oleng dan kemudian tenggelam. Hayati ikut tenggelam sambil memegang foto Zainuddin.
Di lain tempat, Zainuddin merasakan cintanya pada Hayati tidak bisa didustakan, dia berusaha mengejar Hayati, namun saat membaca koran, betapa terkejutnya Zainuddin mendapati berita tentang tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, kapal yang membawa permatanya. Seketika itu juga, ditemani Bang Muluk, Zainuddin menemui Hayati yang sudah berada di Rumah Sakit. Di sini akting Herjunot bener-bener keren, dia nangis bener-bener nangis. Saat Zainuddin membisikkan dua kalimat suci di telinga Hayati, akhirnya Hayati menghembuskan nafas terakhirnya. Rumah megah Zainuddin kemudian dijadikan Panti Asuhan yang dia beri nama Hayati.
Yah, secara keseluruhan, film ini keren dan menarik. Durasinya yang panjang, hampir 3 jam ga kerasa ngebosenin karena ceritanya bener-bener ngalir. Menurutku, yang jadi minus ya cuma di adegan kapal tenggelam, di situ ga terlalu jelas kenapa kapal tenggelam atau mungkin akunya yang kurang konsen waktu nonton. Akting Pevita keren banget dengan logat Minangnya. Kalo Herjunot, ga tau emang dari tuntutan sutradara untuk berbicara dengan gaya yang mendayu-dayu atau karena hal lain, agak sedikit aneh tapi ketutup sama ceritanya yang emang keren banget.
Emang beredar gosip kalo film ini bakal mirip sama film Titanic, tapi kalo yang udah nonton pasti bakal bilang kalo film ini beda. Beda karena setting yang banyak diambil di film ini seting tanah Minang. Makanya yang belum nonton, nonton gih, mumpung masih tayang di Bioskop. :)
Waktu kita sampe di bioskop, loketnya udah anti banget. Setelah sekitar seperempat jam, akhirnya tiket sudah di tangan barengan sama pengumuman dari mba petugas bioskop kalo pintu theaternya udah dibuka.
Kita masuk pas film udah diputer sedikit, mungkin ada 5 menitan. Nonton Herjunot sambil minum Nu Green Tea itu berasa kaya Herjunotarmy deh jadinya, secara dia kan brand ambasadornya Nu Green Tea.
Durasi film yang panjang menurutku ga berasa lama, karena alur ceritanya yang mengalir. Ceritanya berawal dari Zainuddin (Herjunot) yang lahir di Makasar hijrah ke tanah kelahiran orangtuanya di Batipuh, Padang. Di sana dia tinggal di rumah saudaranya. Di sana juga dia ketemu sama Hayati (Pevita) dan mulai jatuh cinta pada pandangan pertama, sampe suatu malam sepulang Zainuddin mengaji, dia ketemu sama Hayati yang lagi kejebak hujan. Hayati dan temannya mengeluh karena tidak bisa pulang, akhirnya Zainuddin yang membawa payung minjemin payungnya ke Hayati. Dan dari situ keduanya mulai dekat dan saling jatuh cinta.
Zainuddin dan Hayati mulai sering berkirim surat, menurut Zainuddin dengan surat kita lebih bebas mengungkapkan perasaan. Sampai suatu hari Paman Hayati mencium hubungan Hayati dan Zainuddin. Zainuddin diusir dari Batipuh dan pergi ke Padang Panjang. Sebelum kepergian Zainuddin, Hayati menemuinya dan ngasih selendangnya sebagai kenang-kenangan untuk Zainuddin.
Saat Zainuddin di Padang Panjang, dia masih sering berkirim surat dengan Hayati. Suatu hari Hayati memberitahu Zainuddin kalau dia akan menonton pacuan kuda di Padang Panjang dan meninap di rumah temannya, Khadijah. Di rumah Khadijah inilah Hayati berkenalan dengan Aziz (Reza Rahardian) kakak dari Khadijah.
Melihat Hayati yang telah dimake over oleh Khadijah, Aziz langsung jatuh cinta. Tak lama setelah Hayati pulang ke Batipuh, Aziz melamar Hayati bersamaan dengan itu, Zainuddin pun melamar Hayati melalui surat. Keadaan ini membuat para ninik-mamak Hayati berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan siapa yang berhak menikahi Hayati.
Para ninik-mamak memutuskan bahwa Azizlah yang berhak menikahi Hayati karena menurut mereka Aziz merupakan orang yang berbangsa dan tentu saja kaya raya. Pernikahan harta dan kecantikanpun terjadi. Mendengar hal itu, Zainuddin jatuh sakit. Sampai suatu hari, dokter menyarankan agar Hayati mau menemui Zainuddin untuk menghilangkan rasa rindu Zainuddin terhadap Hayati.
Hayati menemui Zainuddin dengan ditemani Aziz suaminya. Zainudin terus berkata bahwa dia akan menikahi Hayati, akan mencukupi semua kebutuhan Hayati, sampai Zainuddin tersadar bahwa Hayati telah dinikahi oleh laki-laki lain. Zainuddin pun bangkit, hatinya yang patah membuat dia pergi merantau ke tanah Jawa.
Di Batavia, Zainuddin bekerja keras sampai akhirnya berhasil menjadi penulis yang karya-karyanya mashyur dan diterima di seluruh Nusantara. Melihat kesuksesan Zainuddin, seorang pengusaha percetakan mempercayai Zainuddin untuk mengurus perusahaan percetakan di Surabaya kepada Zainuddin. Karir Zainuddin pun semakin menjulang, membuatnya bergelimang harta.
Suatu hari, Zainuddin mengadakan opera yang sekaligus menjadi acara pertemuan orang-orang Minang yang ada di Surabaya dan bertemulah Zainuddin dengan Hayati bersama Aziz. Pertemuan itu dimanfaatkan Aziz yang telah bangkrut untuk meminjam uang Zainuddin. Begitu mulianya hati Zainuddin, sampai dia bersedia menolong Aziz yang telah merebut Permatanya.
Setelah diusir dari rumahnya karena tak mampu membayar hutang, Aziz memaksa Hayati untuk tinggal di rumah megah Zainuddin. Di sinilah Aziz mulai sadar dari sifat sombongnya. Aziz meminta ijin kepada Zainuddin untuk menitipkan Hayati sembari dirinya merantau mencari pekerjaan. Tapi setelah sebulan merantau dan belum mendapat pekerjaan, Aziz bunuh diri. Tapi sebelumnya, dia mentalak Hayati melalui surat dan melaui surat pula dia menyerahkan Hayati kepada Zainuddin sebagai balasan atas jasa yang telah diberikan Zainuddin.
Hayati yang masih menyimpan cintanya untuk Zainuddin tentu berharap Zainuddin mau menerimanya kembali. Tapi hati Zainuddin kadung dipenuhi dendam, maka dia meminta Hayati untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan berat hati pula Hayati memenuhi perintah Zainuddin. Dengan diantar Bang Muluk (Randy Nidji), Hayati menuju Kapal Van Der Wijck yang megah. Hayati sempat berbicara dengan Bang Muluk bahwa sebenarnya dia merasakan perasaan yang tidak enak, perasaan seolah-olah dia akan tenggelam bersama kapal yang akan membawanya, tapi Bang Muluk hanya bisa menenangkan Hayati.
Kapal Van Der Wijck mulai oleng, para penumpang berlari-larian di dalam kapal, dan Hayati yang sedang termenung ikut keluar menuju dek kapal. Kapal semakin oleng dan kemudian tenggelam. Hayati ikut tenggelam sambil memegang foto Zainuddin.
Di lain tempat, Zainuddin merasakan cintanya pada Hayati tidak bisa didustakan, dia berusaha mengejar Hayati, namun saat membaca koran, betapa terkejutnya Zainuddin mendapati berita tentang tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, kapal yang membawa permatanya. Seketika itu juga, ditemani Bang Muluk, Zainuddin menemui Hayati yang sudah berada di Rumah Sakit. Di sini akting Herjunot bener-bener keren, dia nangis bener-bener nangis. Saat Zainuddin membisikkan dua kalimat suci di telinga Hayati, akhirnya Hayati menghembuskan nafas terakhirnya. Rumah megah Zainuddin kemudian dijadikan Panti Asuhan yang dia beri nama Hayati.
Yah, secara keseluruhan, film ini keren dan menarik. Durasinya yang panjang, hampir 3 jam ga kerasa ngebosenin karena ceritanya bener-bener ngalir. Menurutku, yang jadi minus ya cuma di adegan kapal tenggelam, di situ ga terlalu jelas kenapa kapal tenggelam atau mungkin akunya yang kurang konsen waktu nonton. Akting Pevita keren banget dengan logat Minangnya. Kalo Herjunot, ga tau emang dari tuntutan sutradara untuk berbicara dengan gaya yang mendayu-dayu atau karena hal lain, agak sedikit aneh tapi ketutup sama ceritanya yang emang keren banget.
Emang beredar gosip kalo film ini bakal mirip sama film Titanic, tapi kalo yang udah nonton pasti bakal bilang kalo film ini beda. Beda karena setting yang banyak diambil di film ini seting tanah Minang. Makanya yang belum nonton, nonton gih, mumpung masih tayang di Bioskop. :)