Rabu, 05 Desember 2012

Tanah Surga,...Katanya

Mungkin Film ini sudah tidak beredar di bioskop-bioskop, tapi tidak ada salahnya kalau kita review ulang ya :)

Dari Judulnya cukup menarik menurut saya, dan setelah menonton film ini, begitu banyak emosi yang tercipta.
Oke kita ulas satu persatu

 Adegan dibuka dengan gambar indah sosok lelaki tua mengayuh sampan di keremangan senja. Sosok itu adalah Kakek Hasyim (Fuad Idris) bersama dua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani Azzahra). Mereka tinggal di perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) - Malaysia.
 Kakek Hasyim yang begitu mencintai Indonesia dengan semangat tak pernah luntur dia bercerita kepada cucunya (Salman) tentang bagaimana perjuangan melawan Malaysia dulu.

 Problematika kemelaratan yang ironis di perbatasan digambarkan begitu mendalam. Salah satunya tentang sosok ibu guru Astuti (Astri Nurdin) yang begitu berdedikasi mengajarkan anak-anak muridnya dengan fasilitas sangat terbatas dengan terbaginya satu ruangan menjadi 2 kelas, yaitu kelas 3 dan kelas 4.
 Hal yang membuat miris adalah ketika siswa kelas 3 diminta menggambar bendera Pusaka Merah Putih, sebagian besar siswa-siswa tidak tau bagaimana bentuk Sang Saka.

 Konflik indetitas pun terjadi ketika Haris (Ence Bagus) duda beranak dua berupaya mengajak kedua anaknya Salman dan Salina dan ayahnya Hasyim untuk pindah ke Malaysia yang di matanya adalah surga. Di sana dia mengklaim sudah punya kedai bahkan sudah menikahi seorang wanita Malaysia. Namun Hasyim mantan sukarelawan Indonesia yang terlibat dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia 1960-an silam menampik mentah-mentah. Namun akhirnya hanya Salina lah yang ikut ayahnya pindah ke Malaysia.

 Kehadiran Dokter Anwar atau yang lebih dikenal dengan Dokter Intel dikagetkan dengan tidak dianggapnya Rupiah sebagai mata uang Indonesia, karena di sana penduduk lebih sering menggunakan Ringgit karena dianggap lebih mudah untuk bertransaksi di pasar Malaysia. Dan ketika dirinya diminta untuk menggantikan Ibu Astuti mengajar karena Ibu Astuti harus ke Kota untuk mengambil gaji, Dr. Anwar pun dikejutkan lagi oleh siswa-siswa SD yang tidak tahu Lagu Kebangsaan mereka sendiri. Menurut anak-anak di sana lagu kebangsaan mereka adalah Lagu "Kolam Susu".

 Suatu hari Kakek Hasyim mengalami sakit di dadanya. Ketika diperiksa oleh Dokter Anwar, kondisi Kakek Hasyim sudah parah dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Sedangkan biaya menuju rumah sakit saja sudah begitu mahal bagi mereka. Hal ini yang membuat Salman merasa bertanggung jawab untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk membawa kakeknya ke rumah sakit.

 Banyak adegan yang menyentuh bagi mereka yang punya hati untuk bangsa ini. Saya tersentuh ketika Salman berkeras menebus bendera Merah Putih yang dipakai kain pembungkus barang seoarng penduduk pribumi di kawasan Malaysia dengan kain sarung. Bendera itu kemudian di bawahnya sambil berlari ke negerinya diiringi lagu Tanah Air-nya Ibu Sud.

 Kemudian ada adegan dimana Kepala Dinas akan datang ke desa. Para siswa mempersiapkan berbagai pertunjukan, salah satunya Salman yang akan membacakan Puisi. Ini adalah salah satu adegan yang saya suka, ekspresi kejujuran Salman membacakan puisinya.

Bukan lautan hanya kolam susu katanya
Tapi kata kakekku hanya orang kaya yang minum susu
Tiada badai tiada topan yang kau temui
kain dan jala cukup menghidupimu
Tapi kata kakekku ikannya diambil negara asing
ikan dan udang menghampiri dirimu..katanya
Tapi kata kakekku ssh..ada udang di balik batu
Orang bilang tanah kita tanah surga..katanya
Tapi kata dokter Intel yang punya surga hanya pejabat-pejabat…
 
 Puisi yang dibacakan Salman menghentak di tengah seremoni kunjungan para pejabat di sebuah desa terpencil di Kalimantan Barat dekat perbatasan Malaysia. Wajah pejabat (yang diperankan oleh Deddy Mizwar ) begitu gusar namun berupaya menyembunyikan ketersinggungannya. Puisi itu adalah pesan film besutan Herwin Novianto dan diproduseri oleh Deddy Mizwar bersama Gatot Brajamusti.
  Intinya negara tidak saja gagal menjamin kebutuhan dasar masyarakat, tapi juga lalai membangun identitas kolektif bernama bangsa di daerah perbatasan. Hidup di perbatasan Indonesia Malaysia membuat persoalan tersendiri, karena masih didominasi oleh keterbelakangan dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
 
 Namun adegan yang paling menyedihkan ialah ketika Haris bersorak-sorak bersama ratusan warga Malyasia menyaksikan kesebesalan itu menekuk Squad Garuda, di seberang sana Hasyim menghembuskan nafasnya terakhir dalam perjalanan yang sulit ke rumah sakit dengan perahu di antar Anwar, Salman dan Astuti. Sementara Salina menggambar Haris, dia, Salman dan Kakeknya berdiri tegak dengan bendera Merah Putih di depan sebuah rumah.Salina tetap mencintai Indonesia
"Dalam keadaan apa pun jangan kehilangan kecintaan pada negeri ini", itulah pesan Kakek Hasyim kepada Salman sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar