Senin, 28 Januari 2013

"Mereka Bilang Saya Monyet"



Berawal dari ketidaksengajaanku menyaksikan Dia di sebuah acara di TVRI, “Voice of Indonesia” malam itu. Berlanjut kepada ketertarikanku dengan gayanya berbicara, caranya menyampaikan jawaban dan bercerita tentang isi buku-bukunya yang banyak mengambil isu sosial masyarakat. “Djenar Maesa Ayu”, dari namanya saja sudah mengundang perhatianku padanya dan akupun memutuskan minggu ini harus mendapatkan buku-bukunya.
          Sabtu siang sepulang bekerja, saya putuskan untuk mampir sejenak ke sebuah toko buku untuk membeli salah satu buku karya Djenar Maesa Ayu. Sempat bingung dimana buku yang kucari berada dan akhirnya kutemukan setelah bertanya ke salah satu petugas toko. Yang unik dari buku cetakan ulang Djenar adalah covernya yang berisi satu gambar utuh dibagi menjadi empat bagian (4 Cover buku) yaitu cover “Mereka Bilang Saya Monyet”, “Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu)” , “Nayla” , dan “Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek”.

          Setelah memilih-milih buku (yang sesuai budget kala itu), saya putuskan untuk membeli “Mereka Bilang Saya Monyet” yang berisi 11 judul cerpen di dalammnya. Dan di bulan November 2012, buku ini sudah masuk ke cetakan ke sepuluh, hal yang luar biasa menurut saya.

          Awalnya buku ini ingin saya baca hari Minggu untuk mengisi hari libur, tapi karena suatu keinginan yang begitu menggelora akhirnya saya putuskan untuk membacanya saat itu juga. Saat awal membaca cerpen pertama yang berjudul “Mereka Bilang Saya Monyet” membuat saya merasakan suatu imaji yang luar biasa. Mungkin bagi sebagian orang, tulisan-tulisan Djenar terlalu vulgar karena sebagian besar ceritanya seputaran sex, tentang pelecehan serta penyimpangan sampai kebutuhan.
          Lanjut ke cerita kedua yang berjudul “Lintah” yang bercerita tentang seorang lelaki simpanan yang kerjanya hanya menghisap, menikmati jerih payah seorang wanita tetapi si wanita justru lebih menyayangi Lintah ketimmbang anaknya sendiri dan akhirnya si wanita ingin menikahi Lintah setelah bertahun-tahun hidup bersama tanpa pernah tau si Lintahpun sudah pernah menghisap anaknya.
          Cerpen ketiga berjudul “Durian”, di dalam cerita ini saya sempat merasa bingung saat membacanya. Jujur saja, tulisan-tulisan Djenar memang membutuhkan imajinasi tinggi karena Djenar tidak menjelaskan secara terang-terangan tentang apa yang sebenarnya dia ingin sampaikan melalui tulisannya. Namun akhirnya saya memahami juga bahwa dalam cerita tersebut berisi suatu gejolak antara keinginan yang begitu kuat dan larangan yang harus dijalani. Tapi bagaimanapun seorang “Hyza” tokoh dalam cerita tersebut mencoba menahan nafsunya demi sebuah larangan akhirnya diapun kalah.
          Cerita keempat berjudul “Melukis Jendela”, cerita ini merupakan salah satu cerita yang saya suka. Di dalamnya berisi seorang anak perempuan yang sering mendapat “pelecehan” oleh teman-teman lelakinya di sekolah, ia tidak mempunyai Ibu dan berusaha menciptakan sosok Ibu lewat Lukisannya sebagai teman curhat. Sedangkan Ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaan dan “Perempuan”. Sampai akhirnya dia membuat lukisan Ayah dan Ibu seakan-akan dia merasakan lukisan tersebut hidup sampai akhirnya dia menyadari bahwa lukisan tersebut hanyalah sebuah gambar yang tak sama dengan khayalannya. Setelah membakar lukisan Ayah dan Ibunya, dia menciptakan Lukisan sebuah jendela dan masuk di dalamnya tanpa pernah kembali ke rumah. Yang dimaksudkan adalah si anak masuk ke dalam dunia kebebasan yang digambarkan dalam cerita tersebut sebagai jendela.
          Nah, untuk cerita kelima merupakan cerita yang paling saya suka. “SMS”, cerpen ini benar-benar hanya berisi penggalan-penggalan sms dari nomor-nomor yang saling berhubungan satu sama lain. Yang saya tangkap dari cerita di judul ini adalah, 3 pasang suami-istri yang semuanya ternyata saling selingkuh. Menurut Sutardji Calzoum Bachri, "cerita ini kelihatan sepintas bagaikan pemaparan fotografis gunung es yang keluasan atau kedalamannya harus dicari sendiri oleh pembaca dalam bagisn yang tidak ditampilkan." Saya tentu setuju dengan pendapat dari Sutardji, karena butuh kejelian untuk mengartikan maksud dari cerita ini.
          Lanjut ke cerita keenam yang berjudul “Menepis Harapan”, menurut saya tidak ada yang begitu istimewa di dalamnya, tidak seperti cerita-cerita sebelumnya.
          Cerita ke tujuh “Waktu Nayla” merupakan salah satu cerpen Djenar yang mendapat penghargaan Cerpen Terbaik Kompas di tahun 2003. Bercerita tentang seorang yang divonis akan mati setahun lagi Karen mengidap kanker ovarium. Baginya, waktu adalah sarana yang netral dan objektif. Tetapi setelah mengetahui dirinya terkenan kanker, dia merubah segala cara berpikirnya dan menikmati setiap waktunya sebelum kematian.
          Cerita selanjutnya berjudul “…Wong Asu”, menurut saya cerita ini hanya berisi sebuah gejolak batin yang digambarkan sebagai Wong Asu.
          Cerpen yang satu ini benar-benar menggambarkan cara Djenar yang blak-blakan dalam berkarya. Cerita yang berjudul “Namanya, …” berisi tentang seorang anak yang diberi nama Me**k (organ intim wanita), aneh juga sampai ada orangtua yang memberi nama anaknya seperti ini.
          Cerpen kesepuluh yang berjudul “Asmoro”, mengutip pendapat dari Sutardji Calzoum Bachri, “Cerpen ini adalah kisah pengarang yang kerasukan menulis. Ia terobsesi dengan imajinasinya sendiri.”
          Dan yang terakhir cerpen berjudul “Manusya dan Dia” yang lagi-lagi berisi tentang pergulatan batin antara Manusya dan Dia, yang selalu merasuk ke tubuh Manusya.
          Secara keseluruhan, menurut saya cerita-cerita tersebut cukup menarik dengan penulisan bahasa yang kuat dan padat. Djenar begitu apik meyusun kata sehingga mampu menciptakan imajinasi pembacanya. Semoga bisa segera menyusul membaca buku selanjutnya :)

Nb : menurut saya, yang pantas jadi saudara seayah Djenar sebenarnya adalah Titi Sjuman (Istri Wong Aksan, kakak tiri Djenar) karena wajah mereka begitu mirip.

Selasa, 22 Januari 2013

Berkunjung ke Museum Geologi Bandung

    Weekend tanpa kegiatan sepertinya akan sangat membosankan ya. Setelah weekend sebelumnya saya habiskan bersama sahabat-sahabat tercinta di Kota Tua jakarta, kali ini saya mecoba berkunjung ke Museum Geologi Bandung tepatnya di JL. Diponegoro No.57 Bandung tidak jauh dari lapangan Gasibu dan Gedung Sate yang telah lama menjadi Icon kota Bandung.



    Sabtu itu saya berkunjung seusai jam kantor pukul 12.30, ternyata tidak seperti yang saya duga, di dalam Museum sudah banyak pengunjung. Namun sudah bisa saya tebak, pengunjung di sini pastilah serombongan study tour dari Sekolah Menengah Pertama. Sebenarnya saya sudah sering melewati gedung Museum ini, tapi karena selalu nampak sepi membuat saya ragu-ragu tiap kali ingin masuk ke dalamnya. Namun siang itu keputusan sudah bulat untuk segera memasuki museum yang menyediakan berbagai macam informasi mengenai aspek kebumian satu-satunya yang ada di Indonesia,dan mungkin yang terlengkap di kawasan Asia Tenggara.
    Sebenarnya, berdasarkan informasi yang saya dapat dari internet, untuk masuk ke museum ini tidak dipungut biaya, tapi setelah ada peraturan baru jadilah untuk masuk ke dalam harus membayar tiket seharga Rp 2000 untuk pelajar/mahasiswa, Rp 3000 untuk umum dan Rp 10.000 untuk turis asing.


    Untuk masuk ke dalam musseum, pengunjung tidak diperbolehkan membawa tas, makanan dan minuman serta tidak boleh meroko, menyentuh & mencoret koleksi di ruang peragaan.
   Museum Geologi terdiri dari 2 lantai peragaan. Lantai 1 terdiri dari 3 ruangan besar, Ruang Orientasi di bagian tengah, Ruang Sayap Barat dan Ruang Sayap Timur. Ruangan pertama yang saya singgahi adalah Ruang Sayap Timur yang menggambarkan sejarah perkembangan makhluk hidup dari primitif hingga moder. Tentunya yang menarik di sini adalah fosil asli Tyrannosaurus rex atau T-rex. Sesaat setelah melihat fosil ini saya langsung membayangkan jika saat ini hewan tersebut masih hidup, betapa mengerikannya.


T-rex
    Di dalam Ruang Sayap Timur terdiri dari beberapa bilik, setelah melihat-lihat di bilik hewan darat purba saya melanjutkan ke bilik yang berisi informasi mengenai hewan laut dan terpajang banyak fosil-fosilnya. Tidak lama saya berada di sana, lanjut lagi ke bilik tentang perkembangan manusia. Di sini terdapat fosil-fosil manusia seperti Pithecanthropus erectus sampai Homo Sapiens.
    Tidak berlama-lama di Ruang Sayap Timur, saya melanjutkan ke lantai 2 yang di bagian tengahnya berisi alat-alat peraga tentang manfaat Geologi untuk manusia. Namun sayang, saat itu sedang terjadi perbaikan di Ruang peragaan Bencana Geologi. Jadilah saya masuk ke ruangan tentang Manfaat Geologi. Di sini banyak sekali terpajang batu-batuan, mulai dari batu meteor hingga batu mulia. Semua jelas terpajang beserta penjelasannya. Ada juga sebuah layar besar yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk bermain Game edukasi.

Ruang Manfaat Geologi
    Puas berkeliling di Lantai 2, saya melanjutkan ke Ruang Sayap Barat yang berisi informasi tentang
  • Hipotesis terjadinya bumi di dalam sistem tata surya.
  • Tatanan tektonik regional yang membentuk geologi Indonesia; diujudkan dalam bentuk maket model gerakan lempeng-lempeng kulit bumi aktif
  • Keadaan geologi sumatera,Jawa, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara serta Irian Jaya.
    Tempat ini sangat cocok untuk liburan edukasi bagi adik-adik kita agar lebih bertambah pengetahuan mereka, dan dengan tiket masuk yang murah meriah pula.
    Next destination "Museum Konferensi Asia Afrika" yang katanya tidak memungut biaya tiket masuk. Semoga weekend ini dapat terlaksana.






















































Jumat, 18 Januari 2013

Habibie & Ainun


Habibie & Ainun adalah film yang disutradari oleh Faozan Rizal, yang dirilis serentak di bioskop bioskop di Indonesia pada tanggal 20 Desember 2012. Namun saya sendiri baru sempat nonton film ini tanggal 24 Desember 2012 lalu. Walaupun film sudah beredah selama 4 hari, namum antrian tiket tetap panjang.

Habibi & Ainun, bercerita tentang kisah cinta dan perjalanan hidup yang dialami oleh presiden ke 3 Republik indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie dengan alm. Hasri Ainun Habibie.
Film ini diangkat dari novel karya BJ Habibie dengan judul yang sama. Awalnya Novel ini adalah terapi untuk pak Habibie atas meninggalnya ibu Ainun. Habibie begitu terpukul atas meninggalnya Ainun.

Fokus utama film ini menceritakan bagaimana Habibie bertemu dengan Ainun dan akhirnya mengarungi pernikahan selama 48 tahun 10 hari.

Film diawali dengan setting tahun 50 an, digambarkan Ainun adalah gadis muda yang manis, cantik aktif di kegiatan olah raga, dan pintar. Ia dapat menjelaskan secara ilmiah mengapa langit berwarna biru. Di sekolah itupun ada murid laki laki yang pintar bernama Rudi (panggilan untuk Habibie dari orang-orang terdekatnya). Karena mereka sama sama pintar, guru dan teman teman sering menjodoh jodoh kan. Karena sering di-ceng-in sama teman temannya Rudi merasa jengah, dan suatu hari Rudi mendatangi Ainun dan mengatakan “Kamu jelek, hitam dan gendut”. Namun Ainun hanya tersenyum dan tidak marah. Setelah lulus sma, Habibie melanjutkan pendidikannya ke German, dan menjadi mahasiswa muda yang berprestasi.

Pada tahun 1962, Habibie (Reza Rahardian) pulang ke Indonesia karena dia sakit. Di hari terakhir di bulan Ramadhan, Habibie disuruh oleh sang ibu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (diperankan Ratna Riantiarno) untuk berkunjung ke rumah keluarga Besari. Keluarga Besari adalah kerabat dekat keluarga Habibie. Di rumah keluarga Besari ia bertemu dengan Ainun (Bunga Citra Lestari) yang sedang menjahit Mereka sudah tidak bertemu sejak SMA,sekitar selama 7 tahun. Habibie terpana karena Ainun, yang dulu ia bilang jelek, hitam dan gendut, berubah menjadi gadis yang sangat cantik. “Gula jawa sudah berubah menjadi gula pasir.” gumam Habibie. Semacam cinta pada pandangan pertama.

Ainun sudah menjadi dokter, dan banyak sekali pria yang ingin mendekatinya. Mayoritas dari orang berada, punya mobil. Sedangkan Habibie datang menjemput Ainun menggunakan becak. Namun Ainun memilih Habibie. Merekapun akhirnya menikah, dan tinggal di German. Adegan saat Habibie melamar Ainun lah yang menjadi salah satu adegan favorit saya, yaitu Habibie melamar Ainun di atas becak, tanpa candle light ataupun restoran mewah, hanya beberapa kata yang menunjukkan niat dan ketulusan hati Habibie untuk Ainun.

Sebagai pasangan muda yang tinggal di negeri orang, bukan hal yang mudah bagi mereka. Habibie saat itu masih menyelesaikan S3 nya. Ainun yang seorang dokter, tetapi ia tidak bisa mengimplementasikan ilmu yang dimilikinya karena ia sedang hamil. Kondisi mereka pas pasan untuk tinggal di German. Ada saat saat dimana Ainun hampir menyerah dan ingin pulang ke Indonesia, namun Habibie mampu menyemangati Ainun untuk tetap tegar. Akhirnya Habibie menyelesaikan S3 nya dengan gelar Doktor Ingeneur dengan predikat Suma Cum Laude pada tahun 1965, dan pada tahun 1973 atas permintaan presiden Soeharto, Habibie pulang ke Indonesia untuk membangun Indonesia. 

Salah satu impiannya adalah membuat pesawat sendiri untuk mengembangkan Industri Strategis, mengubungkan antar pulau di Indonesia. Dan impian itu terwujud saat pesawat n250 berhasil diterbangkan pada tahun 1995.

Habibie pun menghadapi era sogok menyogok dari pelaku bisnis yang ingin menang tender, sampai masa nya ia menjadi wakil presiden, dan menjadi presiden Republik Indonesia ke 3. Ainun selalu berada di belakang Habibie untuk mensupport. Ainun paling mengkhawatirkan kesehatan Habibie dan ia selalu memastikan Habibie meminum obat dan istirahat cukup.

Saat keruntuhan ekonomi, IPTN dan tidak lagi mencalonkan diri menjadi presiden, Habibie nampak sedih. karena ia banyak berkorban secara waktu. Tidak berkumpul dengan keluarga, istri dan anak-anak. Ada satu scene yang mikin merinding haru dan menitikkan air mata, yaitu suatu hari di sebuah hanggar tua dalam kawasan IPTN, Bandung, saya kira tahun 2000-an Habibie (Reza Rahadian) bersama istrinya Ainun (Bunga Citra Lestari) menyempatkan diri singgah. Mantan Presiden RI ini menunjukkan sebuah pesawat yang berdebu Gatotkaca N250. Sambil menangis Habibie berkata: Untuk membangun pesawat itu saya kehilangan waktu 30 tahun bersama kamu dan anak-anak. Sungguh begitu besar pengorbanan Bapak BJ Habibie untuk Indonesia.

Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi dari tahun 1978-1998, dan menjadi presiden 1998-1999. Semua waktu yang dikorbankan terasa seperti sia sia. Namun Ainun tetap tersenyum dan memberi dukungan bagi Habibie.

Saat tidak menjabat sebagai presiden, adalah waktunya bagi Habibie menikmati jalan-jalan dan honeymoon dengan Ainun. Hingga Ainun didiagnosa Kanker Ovarium dan harus menjalani perawatan di German. Selama menjalani pengobatan di rumah sakit, Habibie selalu berada di sisi Ainun dan selalu sholat bersama. 

Walaupun pada kondisi sakit parah, yang paling dikhawatirkan Ainun adalah Habibie... apakah suaminya sudah minum obat.. apakah ia sudah istirahat. Habibie terus berada disisi Ainun hingga ia wafat pada tanggal 22 Mei 2010 pada usia 72 tahun, dan dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata pada 25 Mei 2010.

Film ini berdurasi 118 menit cukup lama untuk ukuran film Indonesia. Tapi tidak begitu terasa.. Yang harus diberikan acungan jempol adalah pemeran utama laki-laki pada film ini. Reza Rahardian yang luar biasa penghayatannya dalam film ini.  Dia bagus sekali menghidupkan karakter Habibie, dimana rakyat Indonesia pasti tahu bagaimana Habibie bertutur, gesture tubuhnya.. Dan semuanya ditampilkan oleh Reza dengan baik. Bahkan tone suara nya pun bisa sama. Di akhir film dibacakan puisi untuk Ainun yang dibuat oleh Habibie.

Riset yang dilakukan Reza pasti gila-gilaan dan latihan untuk membuat mimik muka, intonasi suara dan gerak tubuh pasti susah sekali untuk dipelajari,salut lah buat Reza. Kalau dapet piala citra sebagai aktor terbaik lagi, memang dia pantas.. 

Sedangkan untuk Bunga Citra Lestari sebagai Ainun gak bisa dibilang jelek, tapi menurut saya masih kurang megang. Menurut saya ada hal-hal yang cukup mengganggu di Film ini, yaitu terlalu terangnya iklan-iklan produk makanan sampai kosmetik yang sepertinya belum ada di era 90an. Tapi di luar itu semua, film ini begitu menyentuh dan menggambarkan betapa Habibie mencintai Ainun sampai kapanpun.

Satu lagi kekurangan dalam film ini, saat Habibie dan Ainun berusia 70an make up Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari yang memerankan Habibie dan Ainun di masa tua kurang memberikan karakter,. Jadi make upnya kurang dapet. But over all film in memberi inspirasi buat siapa aja yang nonton.
 Ini dia sebuah puisi dari Habibie untuk Ainun yang sukses membuat air mata ini mengalir :'(


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
B.J. Habibie untuk Ainun